Aku tahu namanya. Aku tahu kebiasaannya. Aku tahu tempat duduknya di kelas. Bahkan aku tahu nilai-nilainya. Semua itu aku dapat dari teman sekelasnya. Aku berharap, suatu hari nanti ia akan membalas perasaanku.
Awalnya, ia memfollow twitterku. Kitapun mulai sering berbalas mention. Aku tersanjung dan mulai berfikir bahwa..... mungkin ia menyukaiku.
Lalu, mulai beredar gosip-gosip itu. Kabar bahwa aku menyukainya tersebar hingga hampir 1 angkatan, terutama RSBI, mengetahuinya. Jujur saja, aku sedikit tersanjung dan juga bingung. Bagaimana ceritanya gosip itu dapat menyebar? Bagaimana kalau dia mengetahuinya? Apakah dia akan menjauhiku?
Tiba-tiba, aku teringat akan sesuatu. Aku pertama kali menceritakan kepada temanku tentang aku menyukai si dia. Apakah dia yang menyebarkan gosip itu? Well, itu masih merupakan tanda tanya bagiku.
xoxoxoxox
Firasatku terbukti benar. Beberapa hari kemudian, ketika aku menyapanya di twitter, ia tak membalas. Ketika aku menatap ke arahnya, ia membuang muka.
xoxoxoxox
Flashback, 2 tahun sebelumnya.
Aku punya teman laki-laki, sebut saja A. A tidak terlalu tampan, tidak terlalu pintar, tetapi tidak dapat dibilang jelek juga. Ia sangat baik dan perhatian kepada semua temannya. Ya, kuakui dulu aku menyukainya.
Karena perhatiannya itulah, aku pikir dia menyukaiku juga.
Tapi apa yang terjadi?
Dengan penuh percaya diri, aku menyatakan perasaanku kepadanya melalui SMS.
A: 'Aku suka sama seseorang di kelas kita'
'Memangnya siapa yang kamu suka?'
A: 'Aku suka sama B'
Ya, kau pasti tahu perasaanku saat itu. Sakit. Sangat sakit. Ini patah hati pertama yang kurasakan. Dan aku, tak ingin merasakan patah hati yang kedua kalinya.
xoxoxoxox
Untuk ukuran patah hati yang pertama, aku cukup cepat untuk melupakannya dan melanjutkan hidup. Aku tak lagi menaruh hati padanya, tak menaruh harapan lagi, dan kembali menganggap dia sebagai teman biasa.
xoxoxoxox
Kembali ke... 2010.
Dia masih menjauhiku. Aku masih menyukainya. Terkadang aku cemburu melihat tweetsnya, tapi... buat apa aku cemburu? Toh, dia bukan milikku. Walaupun hatiku untuknya. Walaupun orang-orang selalu meledekku. Walaupun (katanya) ia menyukai orang lain. Aku tak melarang dia menyukai orang lain, walaupun aku tahu hatiku akan hancur karenanya. Aku ingin menangis, tapi aku tak bisa.
Mungkin... ini akan menjadi patah hatiku yang kedua.
Regards.
No comments:
Post a Comment